。◕‿◕。
Annyeong chingudeul.. Kembali
lagi ke fanfic saya yang kedua. Ya.. Fanfic kali ini terinspirasi dari salah
satu lagu boyband terkenal B1A4. Tanpa aku kasih tahu judul lagunya apa,
mungkin kalian udah nebak duluan. Eits, maaf banged nih.. fanfic ini version
saya sendiri jadi mohon di maklumi. Jauh.. jauh.. sejauh jauhnya.. dari VC nya
yang asli. INI ASLI MILIK SAYA, DARI PEMIKIRAN SAYA SENDIRI :) Untuk para readers, aku g maksa kalian untuk baca ff ini.
TAAAPPPIIII.. Kalo kalian reader yang
baik hati, tolong dibaca ya.. *sama aja bohong -,-'' *
YASUDAH.. Dari pada terlalu
banyak bicara mendingan kita langsung liat + baca fanfictnya. --- HAPPY READING
CHINGU --- ^....^
。◕‿◕。
SUMMARY
'Kau benar-benar membuatku
kesal..'
Story
Pandanganku terfokus pada buku yang
kubaca. Musik yang mengalun di telingaku menenangkan hatiku. Aku duduk manis di
bawah pohon yang rindang. Beberapa daun berjatuhan di atas bukuku. Tidak habis
pikir daun seperti ini cepat sekali menguning. Kedua mataku lebih sejuk melihat
daun-daun yang menggantung di tiap ranting pohon dan warnanya pun hijau,
menambah keindahan pohon itu sendiri. Lembar demi lembar kubuka lalu kubaca
lagi.
Sesekali aku melirik jam tanganku.
Saat ini perasaan ku sangat dongkol. Sampai kapan aku akan disini! Aku menutup
bukuku dengan keras. Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar taman ini, mungkin
saja ia akan datang. Bukan mungkin lebih tepat dia yang akan datang padaku
karena ini janjinya.
Aku meraih sweater tebalku dan
memeluknya erat. Perlahan kusenderkan tubuhku di batang pohon besar di
belakangku.
Aku memejamkan mata, ingin merasakan
semilir angin yang menghembus ke arahku. Beberapa helai rambut tertiup oleh
angin membuatku sibuk sendiri dengan rambutku. Jika bukan karenanya mungkin aku
sudah pulang. Ah.. Udara ini benar-benar membuatku ingin tidur.
Baru akan bermimpi, suatu benda
telah jatuh tepat disampingku. Aku tersentak kaget dan menoleh cepat ke
sampingku. Sebuah tas besar bertuliskan "BASKET BALL" tergeletak
begitu saja di sampingku. Mungkin tas basket seseorang. Eh tunggu.. Ini kan tas
miliknya! Aku memutar kepalaku ke segala arah. Tapi tak tampak dimana pun
dirinya. Jangan bercanda! Aku sungguh tidak menyukainya.
Untuk terakhir kalinya aku menoleh
ke arah kiriku dan sesosok namja telah duduk di sampingku sambil tertawa. Aku
memukul lengannya pelan sambil mendengus kesal. Aku memalingkan wajahku dan tak
mengacuhkan keberadaanya.
Ia menarik tubuhku dan memeluknya.
Jujur aku suka di perlakukan seperti ini tapi aku tidak suka jika dirinya jahil
padaku. Ia mengelus kepala belakangku perlahan. Aku tersenyum dan membalas
pelukannya. "Jangan lakukan lagi..." ucapku pelan. Ia mengangguk.
"Sore nanti, temani aku makan
di restoran. Mau tidak?" tawarnya membuatku melepaskan pelukanku dan aku
menatapnya heran. Ia menatapku lebih heran.
"Memangnya kau tidak makan
siang?"
"Tidak, maka dari itu aku mau mengajakmu. Mau tidak?" tawarnya sekali lagi memastikan.
Aku mengangguk cepat. Tangannya
menjalar ke atas kepalaku dan mengacak-acak poni kesayanganku. Ah.. Aku
menggembungkan pipiku. Ia tertawa melihatku seperti ini. "Kejam.."
***
Aku mengikutinya dari belakang dan
masuk. Restoran yang kumasuki sangat sepi. Apa kau tidak salah pilih.
"Sunwoo," panggilku. Ia menoleh kebelakang. Ia mengangkat wajahnya,
sebagai tanda bertanya.
"Kau tidak salah, sepi
sekali.."
"Sudahlah, sepi lebih baik,"
"MWO?!"
Aku sedikit bergidik ketika ia
mengucapkan kalimat terakhirnya. Mungkin otaknya sudah terbentur oleh bola
basket, makanya seperti ini.
Aku berjalan sangat pelan di
belakangnya. Kami mengambil bangku di pojok restoran dekat dengan jendela besar
mengarah ke jalan besar. Aku melihat dirinya beranjak dari kursi dan
meninggalkanku sendiri.
Tak lama ia kembali dengan membawa
nampan berisi dua gelas es dengan dua kaleng minuman dan satu piring cemilan.
Ia memberi senyuman padaku lalu duduk. Ia membuka tutup kaleng minuman itu dan
menuangkanya kedalam gelas es pertama secara perlahan.
Aku tersenyum lebar, pasti ini
untukku. Ia kembali meletakan kaleng kosong itu. Pada saat yang bersamaan
tanganku dan tanganya meraih gelas yang sama. Tapi tangannya lebih cepat
mengambilnya. Aku diam tak bergeming dengan posisi tangan yang masih meraih.
Ia meneguk minuman itu sambil
menatapku datar. Aku membalas tatapannya. Tatapan yang menjengkelkan, kau ini
benar-benar... Aish. Aku menarik tanganku dan meraih kaleng kedua. Membukanya
dan menuangkan secara perlahan.
Aku meletakan kembali kaleng kosong
itu dan meraih gelas yang sudah terisi minuman tadi. Akhirnya aku meneguk
minumanku sendiri. Perasaan kesal tumbuh di hatiku. Kau benar-benar membuatku
kesal!
***
Sudah beberapa hari ini aku tidak
melihat wajahnya. Apa dia sibuk dengan basketnya. Aku menompang dagu pada
lututku. Aku menghentakan ujung sepatu kelantai. Entah siapa yang kutunggu yang
pasti aku duduk disini memandang orang yang sebaya denganku berlalu lalang di
hadapanku. Jujur aku bosan disini sendirian. Sebersit pikiran lewat di
pikiranku. Tanpa banyak berfikir aku pun pergi dari sini.
Langkah kakiku mengantarku ke salah
satu kelas. Aku berdiri di ambang pintu dan mengintip sedikit mencari
seseorang. Kelas ini sedang tidak ada guru. Seketika senyumku mengembang ketika
melihat orang yang kumaksud.
Aku masuk tanpa basi-basi. Aku
berhenti tepat disamping dirinya yang sedang membaca buku sambil mendengarkan
musik. "Oppa.." panggilku tapi ia tak menyadari kehadiranku disini.
Aku pun langsung menggoncangkan tubuhnya sekuat tenaga. Tubuhnya hampir
terjatuh ke samping, mungkin aku benar-benar kuat saat menggoncangkan tubuhnya.
Aku terkekeh pelan ketika ia
melihatku dengan tajam. Ia meletakan buku dan headphone besarnya di atas meja.
Tubuhnya berputar dan menghadap lurus ke arahku. Tangannya mendorong tubuhku
dan ia meraih bangku kosong yang ada di sebelahnya. Aku disuruh duduk di kursi
itu.
"Wae? Jangan katakan 'oppa, tau
dimana Sunwoo berada'?" ocehnya membuatku malu. Ya.. Memang setiap kaliku
bertemu denganya aku pasti bertanya seperti itu padanya. Aku menggaruk tengkuk
belakangku yang tidak gatal. Ia memutar bola matanya dan mendecak lidah.
"Oppa tau kan, saat ini aku
tidak bersamanya.."
"Peduli sekali aku tau kau bersamanya atau tidak.." ucapnya membuatku siap memukulnya. Aku tidak perduli setua apa pun dia dariku, tetap saja aku akan memukulinya. Ia hanya menggeleng tak tahu. "Apa kau sudah bertanya pada teman satu timnya?"
"Ya ampun, jika aku seperti
oppa dengan semangat yang berkobar-kobar aku akan bertanya seperti itu pada
teman-temannya. Shireo oppa?" paparku, dia hanya membalasnya dengan
kekehan kecil. Aku hanya bisa memutar kedua bola mataku. "Aku mau pergi
dulu.." ujarku langsung.
Aku beranjak dari kursi dan
meninggalkan oppaku, bukan dia hanya oppa yang paling terdekat denganku di
sekolah. Oppa kandungku sedang kuliah di luar negri. Aku jarang dapat perhatian
lebih oleh oppa kandungku. Ia cukup membuatku bahagia saat didekatnya. Ya..
hitung-hitung pengganti oppa kandungku.
Aku melaimbaikan tanganku sambil
tersenyum, dan berkata "Sampai nanti Shinwo oppa,"
Saat yang bersamaan, dongsaeng
tercintaku lewat di depan kelas ini. "Channie.." panggilku riang.
Awalnya ia tak menoleh panggilanku, ketika aku memanggilnya yang kedua kali
barulah ia menoleh. Sepertinya hari ini aku harus memanggil orang dua kali!
Dia diam sambil tersenyum(?) padaku
ketika kakiku melangkah kearahnya. "Apa?" tanya riang.
Aku menyelipkan tanganku pada
pergelangan lenganya. Dengan wajah yang kubuat manja, aku berkata "Aku
ingin ke kamar kecil,"
"MWO?!" dia terkejut
ketika aku berkata seperti itu. Aku tertawa lebar melihat ekspresi wajahnya
yang setengah pucat. Aku kan hanya bercanda berkata seperti itu. Lagipula hanya
yeoja bodoh yang mengajak namja ke kamar kecil dan hanya namja bodoh yang
menerima permintaan bodoh itu.
"Yang benar saja noona? Hmm..
Boleh saja tapi hanya sampai depan pintu,"
Tanpa sadar mulutku menganga.
Seorang Gongchan yang gentelment mau
mengantar yeoja ke kamar kecil. Itu benar-benar tidak masuk di akal. Sebelah
tanganku menutup mulutku yang menganga. Sebenarnya siapa sih yang punya akal
seperti ini. Ia menatapku heran ditambah bingung. Ia melambaikan tanganya di
hadapanku, "Noona?"
"Ah.. Tidak.. Kenapa?"
cara bicaraku menjadi gagap dan tak menentu apa yang harus kubicarakan.
"Noona ke-"
Aku memotong pembicaraanya dengan
menariknya ke suatu tempat. Sedari tadi ia mengoceh dan mengoceh, aku tidak
ingin mendengarkanya. Serasa telingaku ini panas. Kenapa dia cerewet sekali
sih, seperti seorang wanita?
Aku menyuruhnya duduk di bangku kayu
ini. Ia menurut begitu saja. Aku pun duduk disampingnya. Sepasang mata
memperhatikanku lekat-lekat, aku dapat merasakanya. Suasana di sekitarku sangat
sepi hanya daun-daun yang telah menguning jatuh di sekitar bangku yang
kududuki. Selembar daun yang setengah menguning jatuh tepat di pangkuanku. Aku
mengambilnya dan memainkan ujung lembar daun itu. Aku menarik nafas panjang dan
menghembuskanya secara perlahan.
"Sunwoo? Belakangan ini dia tak
pernah terlihat. Padahal minggu lalu aku baru bertemu denganya. Aku merasa
diriku punya salah padanya," ucapku memecahkan keheningan disekitarku.
Rasanya ingin menangis tapi aku menahanya. Memang aku merindukan sosok dirinya.
Disisi lain hatiku mengatakan 'jangan dekati dia dulu' kata-kata itu selalu
terputar di otakku. Apa yang sebenarnya terjadi!
Satu sentuhan mendarat di atas
kepalaku. Aku tersenyum kecut. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku hanya diam
saat tangannya menjalar ke pundakku. Tubuhku ditarik olehnya dan menyenderkan
kepalaku di pundaknya. Kepala belakangku diusap lagi oleh tanganya. Kenapa aku
jadi seterpuruk ini, hanya karena tak bertemu denganya.
Disudut mataku, sesosok laki-laki
tinggi dengan topi hitam membawa tas basket biru. Aku mengangkat kepalaku dan
menatap laki-laki itu. Dia tidak sendirian, dia bersama seorang yeoja yang
tinggi semampai dengan rambut tergerai lurus kebawah sambil menenteng tas
kecil. Yeoja itu terlihat baru di sekolahku. Chamkkan.. Laki-lakinya mirip
Sunwoo. Dari senyumnya, cara laki-laki itu berjalan sampai gayanya. Aku menarik
lengan Gongchan menyuruhnya untuk melihat apa yang aku lihat.
Dia berjalan beriringan. Tampaknya
mereka bahagia sekali. Tangan yeoja itu bergelayut manja dilengan laki-laki
itu. Ia biarkan gadis itu menggandengnya. Seketika mataku memanas saat sosok laki-laki
yang ada di sana benar-benar dirinya. Aku hendak berdiri dan berjalan ke
arahnya. Tapi Gongchan menarik tanganku, membuat aku sulit untuk bergerak.
"Lepaskan aku Gongchan.." ujarku setengah memekik. Beberapa kali aku
berontak tapi tenaganya melebihi tenagaku.
Tanpaku rasa, buliran hangat dari
mataku mulai keluar. Sebelah tanganku memukul genggamanya. Aku sudah tidak
kuat. Kutarik paksa tanganku, aku tidak perduli tanganku akan memerah seperti
apa, yang penting aku bisa menghampirinya. Akhirnya Gongchan melepaskan
genggamanya dan membiarkan aku pergi dari hadapanya. Aku berlari kecil ke
arahnya dengan wajah yang penuh air mata. Sedikitpun aku tak berniat
menghapusnya.
Mereka masih tertawa lepas sampai
kulihat dengan jelas mata Sunwoo melihatku yang ingin menghampirinya. Aku
menatapnya dengan tatapan ganas, ia terkejut melihatku yang menangkap basah
mereka sedang berduan. Sejenak aku diam menahan emosi yang sedang bergejolak di
hatiku "Soona.. Aku bi.."
PLAAKK
Tanganku lebih dulu menampar pipinya
dengan keras sebelum ia menyelesaikan perkataanya. Emosi ku sungguh tidak bisa
di kendalikan. Untuk ke sekian kalinya air mataku turun dengan deras. Dia diam
dengan kepalanya yang masih miring karenaku. Aku melihat gadis itu melepas
gandenganya dan menatapku dengan tatapan bingung yang lebih.
"Maaf non.."
"KAU DIAM!!" ancamku
memotong pembicaraannya. Aku tidak butuh ocehan atau apa lah. Aku sedang
berurusan dengan laki-laki ini dan jangan ikut campur urusanku. Kedua tanganku
terkepal begitu saja.
Ia menegakkan kepalanya dan
menatapku, bisa di bilang tatapan marah. "Kau tidak boleh seperti itu
padanya!!" bentaknya. Apa ia sudah tidak menganggapku lagi?
Ingin rasanya kutampar lagi wajahnya
tapi seseorang telah menarik bahuku dari belakang. Gongchan. Aku menepis
tanganya dan berfokus pada laki-laki yang satu ini. Sungguh tangisanku tidak
bisa di tahan lagi. "KAU!!" desisku sambil menunjuk tajam ke arahnya.
Baru akan berlari dari hadapannya,
tapi tanganku ditarik tanganya. Aku berontak, "Dengarkan aku.."
"Aku tidak butuh kata-katamu,
lepaskan aku.."
"Soona, ku mohon.."
Tanganku berhasil lepas dari
genggamanya, dengan cepat aku berlari darinya. Aku berlari
sekencang-kencangnya, suaranya masih terdengar dengan jelas. Apa dia ikut mengejarku?
Aku menoleh kebelakang melihatnya yang berlari mengejarku. Ah..
Langkahnya kakinya sangat lebar, aku
tertangkap lagi olehnya. Tanganku di tarik kasar olehnya, aku meringis
kesakitan. "Ah.. Sakit... Sakit, lepaskan aku.. Tanganku sakit.."
rengekku. Saat itu tanganku benar-benar sakit tapi ia tak mengacuhkanku.
"Dengarkan aku,"
"Aku tidak mau, lepaskan.. Sakit!"
Ia melepaskan tanganku, pantatku
mendarat sempurna di atas tanah. "Sunwoo.. Bantu dia," pekik yeoja
itu, tapi Sunwoo tak memperdulikanya. Ia hanya diam menatapku yang aku pikir
tatapan tak perduli. Aku bangun sekuat tenagaku dan berjalan menjauh dari
hadapanya. "Soona.."
Seketika langkahku berhenti, dengan
wajah yang penuh dengan air mata aku mendengarkannya. Kenapa diam, ada yang
ingin di bicarakan atau tidak?
"Aku harap saat kau menerima
pesan dari ku, kau akan datang. Aku janji akan datang tepat waktu,"
Setelah yakin ia berhenti bicara,
aku pun melanjutkan langkahku keluar dari taman ini dan pergi ke kelasku.
***
Sebelum aku pergi ke kelas, aku
memasuki kamar kecil. Langkahku berhenti tepat di depan wastafel berserta
cermin besar yang terpampang jelas di hadapanku. Aku memperhatikan pantulan
wajahku, mataku yang sembab karena menangis begitu nyata. Aku mememutar keran
lalu menampungnya di tanganku dan ku basuh mukaku. Kepalaku tertunduk dalam
mengingat kejadian sepuluh menit lalu. Yeoja itu sangat bahagia bersama Sunwoo.
Aku tahu.. Aku tahu.. Tapi dia tahu perasaanku. Aku yakin dia tahu perasaanku
seperti apa padanya. Dari setiap lekuk wajah kuperhatikan ia juga bahagia
bersama yeoja asing itu.
Wajahku mulai memanas lagi mengingat
tangan yeoja itu menggandeng tangan Sunwoo. Kenapa Sunwoo yang kukenal dingin
bersama yeoja yang baginya asing, tapi bersama gadis yang bagiku asing malah
terlihat sangat senang? Pikiran negatif menjalar di seluruh otakku. Aku
mencengkram tepi wastafel, pikiranku kosong. Mataku melihat setiap tetes air
yang turun dari keran itu. "Nona Kim,"
Aku mendengar seseorang memanggilku.
Aku mendongakan kepalaku dan melihat pantulan seorang laki-laki berdiri di
ambang pintu. Ia tersenyum simpul dan berkata, "Bel masuk sudah berbunyi.
Mau ikut?" aku diam sebentar mengamati sikapnya.
"Tumben kau mengajakku. Ada apa
memang?" tanyaku sepolos mungkin, supaya tidak kelihatan rasa keanehan
itu. Ia menundukan kepala sambil tersenyum, mungkin tersenyum malu. Tak lama ia
mendongakan kepalanya.
"Tidak bermaksud apa-apa,
percayalah aku hanya ingin kekelas bersamamu.." jelasnya. Aku sedikit
percaya padanya, tutur katanya padaku juga bisa kupercaya. Aku mengangguk
kecil. Aku melihat dengan jelas ia menghampiriku dan menarik lenganku. Tubuhku
ikut-ikut tertarik olehnya.
Kini posisiku berjalan beriringan
dengannya ditambah canda dan tawa. Aku cukup senang berada dekat dengannya.
Ya.. Hitung-hitung membuang perasaan dongkolku pada Sunwoo.
***
Belakangan ini, aku sering jalan
berdua denganya. Ia juga selalu ada di sampingku, saat aku butuh atau pun
tidak. Teman-temanku sering memperhatikan aku karena aku sering terlihat berdua
dengan dirinya. Biasanya aku selalu berduaan bersama namja yang membuatku sakit
hati. Mungkin bisa di katakan, setiap menit setiap detik aku bersamanya.
Langkahku berhenti di taman kecil di
belakang sekolah. Cukup sepi. Aku di persilahkan duduk lebih dulu darinya. Aku
tersenyum, lalu ia ikut duduk di sampingku.
"Sandeul ah.." panggilku
membuat dirinya memandangku. "Apa?"
"Setelah ini kau mau
kemana?"
"Entahlah, aku hanya ingin main-main saja.. Tak menentu.." balasnya sambil terkekeh pelan. Aku tersenyum.
Tanpa aku sadari, sesuatu benda
telah bergetar di saku bajuku. Aku merogohnya dan mengeluarkannya. Ada pesan,
dari siapa.
From Sunwoo.
Soona ah, besok kau harus temui aku di taman. Ada hal penting yang
ingin aku sampaikan. Jam 8.00 malam. Aku harap kau datang. Aku akan menunggumu
sampai kau datang. Kali ini tolong dengarkan aku,
Aku menutup ponselku keras-keras,
tak ingin memperdulikan kata-kata yang akan dia berikan padaku. Pandanganku
kembali teralih pada Sandeul. Ia menatapku dengan bingung, "Dari
siapa?" tanyanya lembut.
"Temanku.. Biasalah, dia meminta
tolong padaku untuk meminta nomor teman dekatku. Sepertinya dia naksir
padanya.. Aku hanya ikut membantu..." ucapku sekenanya. Lebih baik bohong
daripada ia tau.
"Oh, baiklah.." balasnya
singkat.
"Sampai dimana pembicaraan kita
tadi?"
***
Malam ini cuacanya tidak membuatku
senang. Ya.. Karena cuacanya sedang hujan. Aku duduk di dekat jendela kamarku
sambil menyesap coklat panas yang kubuat lima menit lalu. Ada sisi positifnya
hujan, aku bisa menulis tidak jelas di kaca yang berembun. Seperti saat aku
masih kecil, hal ini salah satu dari hobiku.
TOK TOK TOK
Aku mendengar seseorang mengetuk
pintu rumahku. Aku penasaran dengan siapa yang datang kerumahku dalam cuaca
seperti ini. Kuletakan coklat panasku di meja dan langkahku membawaku ke pintu
depan.
TOK TOK TOK
"Chamkkan.."
Aku kaget ketika yang datang itu
oppaku, maksudku pengganti oppaku. Jaket yang ia kenakan basah. Aku mengambil
handuk dan kubalut ia dengan handuk tebal itu. Tak lupa aku juga memberinya
minuman hangat, coklat panas juga. Kasihan oppaku kedinginan. "Aduh oppa,
kenapa kau datang saat seperti ini." ujarku memecahkan keheningan di
sekitarku.
"Mian.."
"Ada perlu apa memang, sampai-sampai kau rela basah kuyup seperti ini untuk menemuiku?"
"Apa kau kemarin mendapat pesan dari Sunwoo?"
Aku tertegun dengan pertanyaan yang
di lontarkan oppaku. Diriku diam tak bergeming, tatapanku yang kosong mengarah kepadanya.
Ia sempat heran denganku yang menatapnya seperti ini. Lalu aku menggeleng cepat
dan mencari jam dinding. Astaga, sekarang jam delapan lewat. Apa jangan-jangan?
"Oppa jangan katakan.."
"Iya, itu benar. Kau jangan seperti itu padanya.. Kali ini dia benar-benar ada.."
"Tapi, di luar sedang.."
"Kalau kau tulus menghampirinya
mungkin dia masih ada disana.."
"Oppa tidak mengerti.."
"Aku selalu tahu masalahmu
dengannya.."
Aku kaget ketika oppaku berkata tahu
semua masalahku dengannya. Apa mungkin dia juga tahu kalau.. Ah itu tidak
mungkin. Sekali lagi aku menatap jam dinding di ruang tengah. Kali ini jam
menunjukan hampir jam sembilan. Aku berfikir sejenak, mana mungkin seorang
Sunwoo mau menungguku terlebih lagi jika cuacanya seperti ini. Itu tidak masuk
akal.
Tanpa sadar sepasang mata menatap
tajam ke arahku, menyuruhku untuk pergi dari sini dan pergi menghampiri orang
yang dia maksud. Dia mendorong tubuhku pelan dengan kedua tanganya. Aku hanya
menuruti. Aku berjalan ke kamarku, meninggalkan oppaku sendirian.
Setelah yakin selesai, aku pun
keluar dari kamar dan menghampiri oppa. Pada saat yang bersamaan, oppa sedang
mengutak-atik ponselnya sambil senyum-senyum sendiri. Tidak jelas. Aku sepelan
mungkin berjalan ke arahnya.
Seketika ia terkejut dengan
kehadiranku di sampingnya. Sayangnya aku tidak bisa melihat dengan jelas apa
yang ia tertawakan. Dengan cepat ia memasukan ponselnya ke dalam saku dan
senyum-senyum tidak jelas ke arahku. "Waeyo?"
Ia menggelengkan kepala, cukup
singkat untuk membalas pertanyaan seseorang. Aku mengangguk, mengiyakan.
"Sudah sana.. Kau tidak tega
melihat dirinya yang menggigil kedinginan disana?"
"Tidak.."
Ia membelalakan matanya, kaget
dengan kata-kataku tadi. Aku terkekeh pelan sambil meraih payungku di tempat
peletakan payung. "Oppa yakin di
rumah sendiri?"
Ia mengangguk lagi. Kenapa sih
membalasnya sesingkat itu. Dimana-mana membalas itu dengan kata-kata juga,
shireo? Aku memutar knop pintu lalu membukanya dan menutupnya kembali.
***
Kakiku berhenti, mataku terpaku pada
laki-laki yang ada di ujung sana dengan payung merah gelap yang melindunginya
dari terpan air hujan. Apa itu dia? Aku menghampirinya. Rasa penasaranku
semakin memuncak. Semakin lama aku semakin tidak yakin kalau itu dia, secara,
dari cara dia berdiri mematung disana tanpa tujuan dan arah. Ia membelakangiku
lantas membuat langkahku berhenti di belakangnya. Ia tidak sadar dengan
kehadiranku disini. Sebersit ide muncul dibenakku. Aku menarik payungnya,
seketika ia terkejut melihatku yang sudah berdiri disini. Ia memandangku dengan
bingung.
Aku memandangnya dan berkata,
"Sedang apa kau disini, Gongchan ah?" tanyaku. Ia sedikit bingung
saat aku bertanya seperti itu padanya. Terlihat dengan jelas dari bola matanya.
"Hmm, aku sedang menunggu
Baekseo? Noona sendiri?"
Aku diam dan mengedarkan pandanganku
ke sekeliling taman, namun hasilnya nihil, aku tak menemukan Sunwoo.
Pangdanganku teralih lagi ke Gongchan. Tanganku meraih tangan Gongchan,
menggenggam dengan erat. "Dimana dia?"
"Siapa?"
"Dia tadi disinikan?"
"Sunwoo maksud noona, ya.. Tapi
tadi dia pingsan dan kini dia sudah di bawa kerumah? Saat aku melihat wajahnya,
wajahnya sangat pucat. Kata terakhir yang ku ingat, hmm.. Oh ya, dia menyebut
namamu lalu pingsan,"
"MWO?! Kau yakin?" aku terkejut mendengar Sunwoo pingsan, secara, seorang laki-laki pingsan hanya menunggu seorang gadis. Itu sangat konyol. Tanpa sadar tanganku sudah menutup mulutku yang menganga. Dia menatapku dengan aneh dan bingung. Eh, kenapa aku seperduli itu dengannya. Kan, yang punya masalah denganku, dia.
"Iya, kau tidak mau
menjenguknya?" aku diam tak bergeming dengan tatapan kosong kearahnya.
"Hmm aku.. Aku.. Aku tidak
tahu?" balasku dengan terbata-bata sambil menggeleng.
Mataku menatap matanya tanpa
mengedip sedikitpun. Tanganku diraih oleh tangannya dan meletakan suatu benda
di tanganku. Tidak ada sedikit pun niat untuk tidak menatap matanya. Setelah
selesai, ia melepas genggamanya. Ketika aku melihat benda itu..
"Ini kan,"
*Flashback
Kakiku berhenti tepat di depan aksesoris. Tanganku memegangi beberapa
aksesoris, mencobanya dan meletakanya kembali. Aku merasa tak cocok dengan
jepit-jepit yang kupakai tadi. Kuedarkan pandangan ku lebih jauh. Sesuatu yang
sederhana tergantung di dinding. Kedua mataku terpaku pada bando dengan hiasan
bunga, sangat cantik. Ya.. Bando yang menggantung itu. Tanganku meraih bando
itu dan kukenakan di rambut panjangku yang lurus.
"Sunwoo.." panggilku. Ia menoleh dan menatapku. "Ini
bagaimana?" tanyaku dengan semangat. Berharap ia menjawab sesuai dengan
keinginanku. Ia lama sekali menatapku. Apa yang aneh?
"Ne.." cara membalas pertanyaanku sangat dingin seakan ia tak
mengacuhkanku dengan apa yang kupakai. Aku menggembungkan pipi ku dan melepas
bando itu lalu kuletakan kembali pada posisi awalnya. Mataku hanya menatap
bando itu, bando yang sangat kusukai. Ia menghampiriku.
Satu senggolan mendarat di lenganku, "Waeyo?" aku hanya diam tak mau
mengacuhkan pertanyaannya.
"Jangan seperti itu, jelek tahu.." godaannya membuatku cukup senang.
Sesaat aku diam lalu kupaksakan bibirku untuk membentuk seulas senyuman. Ia pun
membalas senyumanku lalu ia mengajakku keluar dari tempat aksesoris ini.
Apa ini, maksudku dia memperhatikanku?
Aku memandang Gongchan yang sedari tadi tersenyum padaku. Aku membalas
senyumnya dan berkata, "Gomawo nae namdongsaeng.." ucapku.
"Jangan berterima kasih
padaku.." balasnya pelan sambil memberikanku senyuman manisnya.
"Sudah sana.." lanjut
perkatannya membuat perasaan benciku memudar dihatiku. Aku mengangguk cepat dan
pergi dari sini.
***
Sedari tadi pintu rumahnya sudah
kuketuk tiga kali tapi tidak ada yang menjawab. Tanpa berfikir lagi aku memutar
knop pintu rumahnya. Eh tidak terkunci.. Aku masuk lebih dalam. Keadaan di
dalam rumahnya sangat sepi. Apa dia di rumah atau dia ada di rumah sakit?
Langkah ku berhenti di depan pintu dapur. Aku menoleh ke samping.
Salah satu ruangan tidak tertutup
rapat. Aku berjalan ke pintu itu. Saat ku buka, seketika mataku membulat.
Ini kamar Sunwoo. Apa dia yang
mendekorasi kamarnya sendiri. Sangat cantik, sesuai dengan warna kesukaanku.
Banyak balon bertebaran di lantai dan sebagian mengambang. Diatas kasurnya
bertebaran kelopak bunga mawar. Aku memutar badanku menatap ke setiap sudut
kamar ini. Kini arahku lurus menghadap kasur. Aku memegangi salah satu balon,
terlihat samar pantulan seseorang berdiri di belakangku.
Aku berputar dan mendapati sosok
yang sangatku kenal berdiri sambil tersenyum manis padaku. "Sunwoo.."
panggilku.
Hatiku semakin gembira ketika ia
memberikanku seikat bunga mawar merah. Tanpa ku sadari, buliran air yang hangat
keluar dari mataku. Kedua tanganku menutup mulutku yang menganga. Ia
menghampiriku dan memeluk erat tubuhku. Aku menangis di pundaknya, sentuhan
lembut mendarat di punggungku. Ia mengecup keningku lembut. Seakan takut
melukai wajahku.
"Mianhaeyo chagi.." ia
meminta maaf padaku. Aku mengangguk dan mempererat pelukanku. Ia menyentuh
kepala belakangku dengan lembut, aku suka. "Gadis yang itu han.."
"Jangan katakan.. Kumohon,
biarkan aku menikmati suasana ini.." aku memotong pembicaraanya dengan
lembut. Ia mengangguk dan untuk kedua kalinya mengecup keningku. Tapi kali ini
kecupanya lebih lembut.
"Soona yeojachinguku dan Sunwoo
namjachingumu selamanya.."
"Sunwoo namjachinguku dan Soona yeojachingumu selamanya.."
##
END ##
Tidak ada komentar:
Posting Komentar