Rabu, 04 Juli 2012

[FF OneShot] Only Learn Bad Thing








。◕‿◕。


    Annyeong chingudeul.. Kembali lagi ke fanfic saya yang kedua. Ya.. Fanfic kali ini terinspirasi dari salah satu lagu boyband terkenal B1A4. Tanpa aku kasih tahu judul lagunya apa, mungkin kalian udah nebak duluan. Eits, maaf banged nih.. fanfic ini version saya sendiri jadi mohon di maklumi. Jauh.. jauh.. sejauh jauhnya.. dari VC nya yang asli. INI ASLI MILIK SAYA, DARI PEMIKIRAN SAYA SENDIRI :) Untuk para readers, aku g maksa kalian untuk baca ff ini. TAAAPPPIIII..  Kalo kalian reader yang baik hati, tolong dibaca ya.. *sama aja bohong -,-'' *

    YASUDAH.. Dari pada terlalu banyak bicara mendingan kita langsung liat + baca fanfictnya. --- HAPPY READING CHINGU --- ^....^

。◕‿◕。















SUMMARY


             'Kau benar-benar membuatku kesal..'






Story


  Pandanganku terfokus pada buku yang kubaca. Musik yang mengalun di telingaku menenangkan hatiku. Aku duduk manis di bawah pohon yang rindang. Beberapa daun berjatuhan di atas bukuku. Tidak habis pikir daun seperti ini cepat sekali menguning. Kedua mataku lebih sejuk melihat daun-daun yang menggantung di tiap ranting pohon dan warnanya pun hijau, menambah keindahan pohon itu sendiri. Lembar demi lembar kubuka lalu kubaca lagi.

  Sesekali aku melirik jam tanganku. Saat ini perasaan ku sangat dongkol. Sampai kapan aku akan disini! Aku menutup bukuku dengan keras. Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar taman ini, mungkin saja ia akan datang. Bukan mungkin lebih tepat dia yang akan datang padaku karena ini janjinya.

  Aku meraih sweater tebalku dan memeluknya erat. Perlahan kusenderkan tubuhku di batang pohon besar di belakangku.

  Aku memejamkan mata, ingin merasakan semilir angin yang menghembus ke arahku. Beberapa helai rambut tertiup oleh angin membuatku sibuk sendiri dengan rambutku. Jika bukan karenanya mungkin aku sudah pulang. Ah.. Udara ini benar-benar membuatku ingin tidur.


  Baru akan bermimpi, suatu benda telah jatuh tepat disampingku. Aku tersentak kaget dan menoleh cepat ke sampingku. Sebuah tas besar bertuliskan "BASKET BALL" tergeletak begitu saja di sampingku. Mungkin tas basket seseorang. Eh tunggu.. Ini kan tas miliknya! Aku memutar kepalaku ke segala arah. Tapi tak tampak dimana pun dirinya. Jangan bercanda! Aku sungguh tidak menyukainya.

  Untuk terakhir kalinya aku menoleh ke arah kiriku dan sesosok namja telah duduk di sampingku sambil tertawa. Aku memukul lengannya pelan sambil mendengus kesal. Aku memalingkan wajahku dan tak mengacuhkan keberadaanya.

  Ia menarik tubuhku dan memeluknya. Jujur aku suka di perlakukan seperti ini tapi aku tidak suka jika dirinya jahil padaku. Ia mengelus kepala belakangku perlahan. Aku tersenyum dan membalas pelukannya. "Jangan lakukan lagi..." ucapku pelan. Ia mengangguk.

  "Sore nanti, temani aku makan di restoran. Mau tidak?" tawarnya membuatku melepaskan pelukanku dan aku menatapnya heran. Ia menatapku lebih heran.

  "Memangnya kau tidak makan siang?"

  "Tidak, maka dari itu aku mau mengajakmu. Mau tidak?" tawarnya sekali lagi memastikan.

  Aku mengangguk cepat. Tangannya menjalar ke atas kepalaku dan mengacak-acak poni kesayanganku. Ah.. Aku menggembungkan pipiku. Ia tertawa melihatku seperti ini. "Kejam.."

    ***

  Aku mengikutinya dari belakang dan masuk. Restoran yang kumasuki sangat sepi. Apa kau tidak salah pilih. "Sunwoo," panggilku. Ia menoleh kebelakang. Ia mengangkat wajahnya, sebagai tanda bertanya.

  "Kau tidak salah, sepi sekali.."

  "Sudahlah, sepi lebih baik,"

  "MWO?!"

  Aku sedikit bergidik ketika ia mengucapkan kalimat terakhirnya. Mungkin otaknya sudah terbentur oleh bola basket, makanya seperti ini.

  Aku berjalan sangat pelan di belakangnya. Kami mengambil bangku di pojok restoran dekat dengan jendela besar mengarah ke jalan besar. Aku melihat dirinya beranjak dari kursi dan meninggalkanku sendiri.

  Tak lama ia kembali dengan membawa nampan berisi dua gelas es dengan dua kaleng minuman dan satu piring cemilan. Ia memberi senyuman padaku lalu duduk. Ia membuka tutup kaleng minuman itu dan menuangkanya kedalam gelas es pertama secara perlahan.

  Aku tersenyum lebar, pasti ini untukku. Ia kembali meletakan kaleng kosong itu. Pada saat yang bersamaan tanganku dan tanganya meraih gelas yang sama. Tapi tangannya lebih cepat mengambilnya. Aku diam tak bergeming dengan posisi tangan yang masih meraih.

  Ia meneguk minuman itu sambil menatapku datar. Aku membalas tatapannya. Tatapan yang menjengkelkan, kau ini benar-benar... Aish. Aku menarik tanganku dan meraih kaleng kedua. Membukanya dan menuangkan secara perlahan.

  Aku meletakan kembali kaleng kosong itu dan meraih gelas yang sudah terisi minuman tadi. Akhirnya aku meneguk minumanku sendiri. Perasaan kesal tumbuh di hatiku. Kau benar-benar membuatku kesal!

***

  Sudah beberapa hari ini aku tidak melihat wajahnya. Apa dia sibuk dengan basketnya. Aku menompang dagu pada lututku. Aku menghentakan ujung sepatu kelantai. Entah siapa yang kutunggu yang pasti aku duduk disini memandang orang yang sebaya denganku berlalu lalang di hadapanku. Jujur aku bosan disini sendirian. Sebersit pikiran lewat di pikiranku. Tanpa banyak berfikir aku pun pergi dari sini.

  Langkah kakiku mengantarku ke salah satu kelas. Aku berdiri di ambang pintu dan mengintip sedikit mencari seseorang. Kelas ini sedang tidak ada guru. Seketika senyumku mengembang ketika melihat orang yang kumaksud.

  Aku masuk tanpa basi-basi. Aku berhenti tepat disamping dirinya yang sedang membaca buku sambil mendengarkan musik. "Oppa.." panggilku tapi ia tak menyadari kehadiranku disini. Aku pun langsung menggoncangkan tubuhnya sekuat tenaga. Tubuhnya hampir terjatuh ke samping, mungkin aku benar-benar kuat saat menggoncangkan tubuhnya.

  Aku terkekeh pelan ketika ia melihatku dengan tajam. Ia meletakan buku dan headphone besarnya di atas meja. Tubuhnya berputar dan menghadap lurus ke arahku. Tangannya mendorong tubuhku dan ia meraih bangku kosong yang ada di sebelahnya. Aku disuruh duduk di kursi itu.

  "Wae? Jangan katakan 'oppa, tau dimana Sunwoo berada'?" ocehnya membuatku malu. Ya.. Memang setiap kaliku bertemu denganya aku pasti bertanya seperti itu padanya. Aku menggaruk tengkuk belakangku yang tidak gatal. Ia memutar bola matanya dan mendecak lidah.

  "Oppa tau kan, saat ini aku tidak bersamanya.."

  "Peduli sekali aku tau kau bersamanya atau tidak.." ucapnya membuatku siap memukulnya. Aku tidak perduli setua apa pun dia dariku, tetap saja aku akan memukulinya. Ia hanya menggeleng tak tahu. "Apa kau sudah bertanya pada teman satu timnya?"

  "Ya ampun, jika aku seperti oppa dengan semangat yang berkobar-kobar aku akan bertanya seperti itu pada teman-temannya. Shireo oppa?" paparku, dia hanya membalasnya dengan kekehan kecil. Aku hanya bisa memutar kedua bola mataku. "Aku mau pergi dulu.." ujarku langsung.

  Aku beranjak dari kursi dan meninggalkan oppaku, bukan dia hanya oppa yang paling terdekat denganku di sekolah. Oppa kandungku sedang kuliah di luar negri. Aku jarang dapat perhatian lebih oleh oppa kandungku. Ia cukup membuatku bahagia saat didekatnya. Ya.. hitung-hitung pengganti oppa kandungku.

  Aku melaimbaikan tanganku sambil tersenyum, dan berkata "Sampai nanti Shinwo oppa,"

  Saat yang bersamaan, dongsaeng tercintaku lewat di depan kelas ini. "Channie.." panggilku riang. Awalnya ia tak menoleh panggilanku, ketika aku memanggilnya yang kedua kali barulah ia menoleh. Sepertinya hari ini aku harus memanggil orang dua kali!

  Dia diam sambil tersenyum(?) padaku ketika kakiku melangkah kearahnya. "Apa?" tanya riang.

  Aku menyelipkan tanganku pada pergelangan lenganya. Dengan wajah yang kubuat manja, aku berkata "Aku ingin ke kamar kecil,"

  "MWO?!" dia terkejut ketika aku berkata seperti itu. Aku tertawa lebar melihat ekspresi wajahnya yang setengah pucat. Aku kan hanya bercanda berkata seperti itu. Lagipula hanya yeoja bodoh yang mengajak namja ke kamar kecil dan hanya namja bodoh yang menerima permintaan bodoh itu.

  "Yang benar saja noona? Hmm.. Boleh saja tapi hanya sampai depan pintu,"

  Tanpa sadar mulutku menganga. Seorang Gongchan yang gentelment mau mengantar yeoja ke kamar kecil. Itu benar-benar tidak masuk di akal. Sebelah tanganku menutup mulutku yang menganga. Sebenarnya siapa sih yang punya akal seperti ini. Ia menatapku heran ditambah bingung. Ia melambaikan tanganya di hadapanku, "Noona?"

  "Ah.. Tidak.. Kenapa?" cara bicaraku menjadi gagap dan tak menentu apa yang harus kubicarakan.

  "Noona ke-"

  Aku memotong pembicaraanya dengan menariknya ke suatu tempat. Sedari tadi ia mengoceh dan mengoceh, aku tidak ingin mendengarkanya. Serasa telingaku ini panas. Kenapa dia cerewet sekali sih, seperti seorang wanita?

  Aku menyuruhnya duduk di bangku kayu ini. Ia menurut begitu saja. Aku pun duduk disampingnya. Sepasang mata memperhatikanku lekat-lekat, aku dapat merasakanya. Suasana di sekitarku sangat sepi hanya daun-daun yang telah menguning jatuh di sekitar bangku yang kududuki. Selembar daun yang setengah menguning jatuh tepat di pangkuanku. Aku mengambilnya dan memainkan ujung lembar daun itu. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskanya secara perlahan.

  "Sunwoo? Belakangan ini dia tak pernah terlihat. Padahal minggu lalu aku baru bertemu denganya. Aku merasa diriku punya salah padanya," ucapku memecahkan keheningan disekitarku. Rasanya ingin menangis tapi aku menahanya. Memang aku merindukan sosok dirinya. Disisi lain hatiku mengatakan 'jangan dekati dia dulu' kata-kata itu selalu terputar di otakku. Apa yang sebenarnya terjadi!

  Satu sentuhan mendarat di atas kepalaku. Aku tersenyum kecut. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku hanya diam saat tangannya menjalar ke pundakku. Tubuhku ditarik olehnya dan menyenderkan kepalaku di pundaknya. Kepala belakangku diusap lagi oleh tanganya. Kenapa aku jadi seterpuruk ini, hanya karena tak bertemu denganya.

  Disudut mataku, sesosok laki-laki tinggi dengan topi hitam membawa tas basket biru. Aku mengangkat kepalaku dan menatap laki-laki itu. Dia tidak sendirian, dia bersama seorang yeoja yang tinggi semampai dengan rambut tergerai lurus kebawah sambil menenteng tas kecil. Yeoja itu terlihat baru di sekolahku. Chamkkan.. Laki-lakinya mirip Sunwoo. Dari senyumnya, cara laki-laki itu berjalan sampai gayanya. Aku menarik lengan Gongchan menyuruhnya untuk melihat apa yang aku lihat.

  Dia berjalan beriringan. Tampaknya mereka bahagia sekali. Tangan yeoja itu bergelayut manja dilengan laki-laki itu. Ia biarkan gadis itu menggandengnya. Seketika mataku memanas saat sosok laki-laki yang ada di sana benar-benar dirinya. Aku hendak berdiri dan berjalan ke arahnya. Tapi Gongchan menarik tanganku, membuat aku sulit untuk bergerak. "Lepaskan aku Gongchan.." ujarku setengah memekik. Beberapa kali aku berontak tapi tenaganya melebihi tenagaku.

  Tanpaku rasa, buliran hangat dari mataku mulai keluar. Sebelah tanganku memukul genggamanya. Aku sudah tidak kuat. Kutarik paksa tanganku, aku tidak perduli tanganku akan memerah seperti apa, yang penting aku bisa menghampirinya. Akhirnya Gongchan melepaskan genggamanya dan membiarkan aku pergi dari hadapanya. Aku berlari kecil ke arahnya dengan wajah yang penuh air mata. Sedikitpun aku tak berniat menghapusnya.

  Mereka masih tertawa lepas sampai kulihat dengan jelas mata Sunwoo melihatku yang ingin menghampirinya. Aku menatapnya dengan tatapan ganas, ia terkejut melihatku yang menangkap basah mereka sedang berduan. Sejenak aku diam menahan emosi yang sedang bergejolak di hatiku "Soona.. Aku bi.."

  PLAAKK

  Tanganku lebih dulu menampar pipinya dengan keras sebelum ia menyelesaikan perkataanya. Emosi ku sungguh tidak bisa di kendalikan. Untuk ke sekian kalinya air mataku turun dengan deras. Dia diam dengan kepalanya yang masih miring karenaku. Aku melihat gadis itu melepas gandenganya dan menatapku dengan tatapan bingung yang lebih.

  "Maaf non.."

  "KAU DIAM!!" ancamku memotong pembicaraannya. Aku tidak butuh ocehan atau apa lah. Aku sedang berurusan dengan laki-laki ini dan jangan ikut campur urusanku. Kedua tanganku terkepal begitu saja.

  Ia menegakkan kepalanya dan menatapku, bisa di bilang tatapan marah. "Kau tidak boleh seperti itu padanya!!" bentaknya. Apa ia sudah tidak menganggapku lagi?

  Ingin rasanya kutampar lagi wajahnya tapi seseorang telah menarik bahuku dari belakang. Gongchan. Aku menepis tanganya dan berfokus pada laki-laki yang satu ini. Sungguh tangisanku tidak bisa di tahan lagi. "KAU!!" desisku sambil menunjuk tajam ke arahnya.

  Baru akan berlari dari hadapannya, tapi tanganku ditarik tanganya. Aku berontak, "Dengarkan aku.."

  "Aku tidak butuh kata-katamu, lepaskan aku.."

  "Soona, ku mohon.."

  Tanganku berhasil lepas dari genggamanya, dengan cepat aku berlari darinya. Aku berlari sekencang-kencangnya, suaranya masih terdengar dengan jelas. Apa dia ikut mengejarku? Aku menoleh kebelakang melihatnya yang berlari mengejarku. Ah..

  Langkahnya kakinya sangat lebar, aku tertangkap lagi olehnya. Tanganku di tarik kasar olehnya, aku meringis kesakitan. "Ah.. Sakit... Sakit, lepaskan aku.. Tanganku sakit.." rengekku. Saat itu tanganku benar-benar sakit tapi ia tak mengacuhkanku.

  "Dengarkan aku,"

  "Aku tidak mau, lepaskan.. Sakit!"

  Ia melepaskan tanganku, pantatku mendarat sempurna di atas tanah. "Sunwoo.. Bantu dia," pekik yeoja itu, tapi Sunwoo tak memperdulikanya. Ia hanya diam menatapku yang aku pikir tatapan tak perduli. Aku bangun sekuat tenagaku dan berjalan menjauh dari hadapanya. "Soona.."

  Seketika langkahku berhenti, dengan wajah yang penuh dengan air mata aku mendengarkannya. Kenapa diam, ada yang ingin di bicarakan atau tidak?

  "Aku harap saat kau menerima pesan dari ku, kau akan datang. Aku janji akan datang tepat waktu,"

  Setelah yakin ia berhenti bicara, aku pun melanjutkan langkahku keluar dari taman ini dan pergi ke kelasku.

    ***

  Sebelum aku pergi ke kelas, aku memasuki kamar kecil. Langkahku berhenti tepat di depan wastafel berserta cermin besar yang terpampang jelas di hadapanku. Aku memperhatikan pantulan wajahku, mataku yang sembab karena menangis begitu nyata. Aku mememutar keran lalu menampungnya di tanganku dan ku basuh mukaku. Kepalaku tertunduk dalam mengingat kejadian sepuluh menit lalu. Yeoja itu sangat bahagia bersama Sunwoo. Aku tahu.. Aku tahu.. Tapi dia tahu perasaanku. Aku yakin dia tahu perasaanku seperti apa padanya. Dari setiap lekuk wajah kuperhatikan ia juga bahagia bersama yeoja asing itu.

  Wajahku mulai memanas lagi mengingat tangan yeoja itu menggandeng tangan Sunwoo. Kenapa Sunwoo yang kukenal dingin bersama yeoja yang baginya asing, tapi bersama gadis yang bagiku asing malah terlihat sangat senang? Pikiran negatif menjalar di seluruh otakku. Aku mencengkram tepi wastafel, pikiranku kosong. Mataku melihat setiap tetes air yang turun dari keran itu. "Nona Kim,"

  Aku mendengar seseorang memanggilku. Aku mendongakan kepalaku dan melihat pantulan seorang laki-laki berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum simpul dan berkata, "Bel masuk sudah berbunyi. Mau ikut?" aku diam sebentar mengamati sikapnya.

  "Tumben kau mengajakku. Ada apa memang?" tanyaku sepolos mungkin, supaya tidak kelihatan rasa keanehan itu. Ia menundukan kepala sambil tersenyum, mungkin tersenyum malu. Tak lama ia mendongakan kepalanya.

  "Tidak bermaksud apa-apa, percayalah aku hanya ingin kekelas bersamamu.." jelasnya. Aku sedikit percaya padanya, tutur katanya padaku juga bisa kupercaya. Aku mengangguk kecil. Aku melihat dengan jelas ia menghampiriku dan menarik lenganku. Tubuhku ikut-ikut tertarik olehnya.

  Kini posisiku berjalan beriringan dengannya ditambah canda dan tawa. Aku cukup senang berada dekat dengannya. Ya.. Hitung-hitung membuang perasaan dongkolku pada Sunwoo.

    ***

  Belakangan ini, aku sering jalan berdua denganya. Ia juga selalu ada di sampingku, saat aku butuh atau pun tidak. Teman-temanku sering memperhatikan aku karena aku sering terlihat berdua dengan dirinya. Biasanya aku selalu berduaan bersama namja yang membuatku sakit hati. Mungkin bisa di katakan, setiap menit setiap detik aku bersamanya.

  Langkahku berhenti di taman kecil di belakang sekolah. Cukup sepi. Aku di persilahkan duduk lebih dulu darinya. Aku tersenyum, lalu ia ikut duduk di sampingku.

  "Sandeul ah.." panggilku membuat dirinya memandangku. "Apa?"

  "Setelah ini kau mau kemana?"

  "Entahlah, aku hanya ingin main-main saja.. Tak menentu.." balasnya sambil terkekeh pelan. Aku tersenyum.

  Tanpa aku sadari, sesuatu benda telah bergetar di saku bajuku. Aku merogohnya dan mengeluarkannya. Ada pesan, dari siapa.

         From Sunwoo.

    Soona ah, besok kau harus temui aku di taman. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan. Jam 8.00 malam. Aku harap kau datang. Aku akan menunggumu sampai kau datang. Kali ini tolong dengarkan aku,

  Aku menutup ponselku keras-keras, tak ingin memperdulikan kata-kata yang akan dia berikan padaku. Pandanganku kembali teralih pada Sandeul. Ia menatapku dengan bingung, "Dari siapa?" tanyanya lembut.

"Temanku.. Biasalah, dia meminta tolong padaku untuk meminta nomor teman dekatku. Sepertinya dia naksir padanya.. Aku hanya ikut membantu..." ucapku sekenanya. Lebih baik bohong daripada ia tau.

  "Oh, baiklah.." balasnya singkat.

  "Sampai dimana pembicaraan kita tadi?"

    ***

  Malam ini cuacanya tidak membuatku senang. Ya.. Karena cuacanya sedang hujan. Aku duduk di dekat jendela kamarku sambil menyesap coklat panas yang kubuat lima menit lalu. Ada sisi positifnya hujan, aku bisa menulis tidak jelas di kaca yang berembun. Seperti saat aku masih kecil, hal ini salah satu dari hobiku.

  TOK TOK TOK

  Aku mendengar seseorang mengetuk pintu rumahku. Aku penasaran dengan siapa yang datang kerumahku dalam cuaca seperti ini. Kuletakan coklat panasku di meja dan langkahku membawaku ke pintu depan.

  TOK TOK TOK

  "Chamkkan.."

  Aku kaget ketika yang datang itu oppaku, maksudku pengganti oppaku. Jaket yang ia kenakan basah. Aku mengambil handuk dan kubalut ia dengan handuk tebal itu. Tak lupa aku juga memberinya minuman hangat, coklat panas juga. Kasihan oppaku kedinginan. "Aduh oppa, kenapa kau datang saat seperti ini." ujarku memecahkan keheningan di sekitarku.

  "Mian.."

  "Ada perlu apa memang, sampai-sampai kau rela basah kuyup seperti ini untuk menemuiku?"

  "Apa kau kemarin mendapat pesan dari Sunwoo?"

  Aku tertegun dengan pertanyaan yang di lontarkan oppaku. Diriku diam tak bergeming, tatapanku yang kosong mengarah kepadanya. Ia sempat heran denganku yang menatapnya seperti ini. Lalu aku menggeleng cepat dan mencari jam dinding. Astaga, sekarang jam delapan lewat. Apa jangan-jangan?

  "Oppa jangan katakan.."

  "Iya, itu benar. Kau jangan seperti itu padanya.. Kali ini dia benar-benar ada.."

  "Tapi, di luar sedang.."

  "Kalau kau tulus menghampirinya mungkin dia masih ada disana.."

  "Oppa tidak mengerti.."

  "Aku selalu tahu masalahmu dengannya.."

  Aku kaget ketika oppaku berkata tahu semua masalahku dengannya. Apa mungkin dia juga tahu kalau.. Ah itu tidak mungkin. Sekali lagi aku menatap jam dinding di ruang tengah. Kali ini jam menunjukan hampir jam sembilan. Aku berfikir sejenak, mana mungkin seorang Sunwoo mau menungguku terlebih lagi jika cuacanya seperti ini. Itu tidak masuk akal.

  Tanpa sadar sepasang mata menatap tajam ke arahku, menyuruhku untuk pergi dari sini dan pergi menghampiri orang yang dia maksud. Dia mendorong tubuhku pelan dengan kedua tanganya. Aku hanya menuruti. Aku berjalan ke kamarku, meninggalkan oppaku sendirian.

  Setelah yakin selesai, aku pun keluar dari kamar dan menghampiri oppa. Pada saat yang bersamaan, oppa sedang mengutak-atik ponselnya sambil senyum-senyum sendiri. Tidak jelas. Aku sepelan mungkin berjalan ke arahnya.

  Seketika ia terkejut dengan kehadiranku di sampingnya. Sayangnya aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ia tertawakan. Dengan cepat ia memasukan ponselnya ke dalam saku dan senyum-senyum tidak jelas ke arahku. "Waeyo?"

  Ia menggelengkan kepala, cukup singkat untuk membalas pertanyaan seseorang. Aku mengangguk, mengiyakan.

  "Sudah sana.. Kau tidak tega melihat dirinya yang menggigil kedinginan disana?"

  "Tidak.."

  Ia membelalakan matanya, kaget dengan kata-kataku tadi. Aku terkekeh pelan sambil meraih payungku di tempat peletakan payung.  "Oppa yakin di rumah sendiri?"

  Ia mengangguk lagi. Kenapa sih membalasnya sesingkat itu. Dimana-mana membalas itu dengan kata-kata juga, shireo? Aku memutar knop pintu lalu membukanya dan menutupnya kembali.

    ***

  Kakiku berhenti, mataku terpaku pada laki-laki yang ada di ujung sana dengan payung merah gelap yang melindunginya dari terpan air hujan. Apa itu dia? Aku menghampirinya. Rasa penasaranku semakin memuncak. Semakin lama aku semakin tidak yakin kalau itu dia, secara, dari cara dia berdiri mematung disana tanpa tujuan dan arah. Ia membelakangiku lantas membuat langkahku berhenti di belakangnya. Ia tidak sadar dengan kehadiranku disini. Sebersit ide muncul dibenakku. Aku menarik payungnya, seketika ia terkejut melihatku yang sudah berdiri disini. Ia memandangku dengan bingung.

  Aku memandangnya dan berkata, "Sedang apa kau disini, Gongchan ah?" tanyaku. Ia sedikit bingung saat aku bertanya seperti itu padanya. Terlihat dengan jelas dari bola matanya.

  "Hmm, aku sedang menunggu Baekseo? Noona sendiri?"

  Aku diam dan mengedarkan pandanganku ke sekeliling taman, namun hasilnya nihil, aku tak menemukan Sunwoo. Pangdanganku teralih lagi ke Gongchan. Tanganku meraih tangan Gongchan, menggenggam dengan erat. "Dimana dia?"

  "Siapa?"

  "Dia tadi disinikan?"

  "Sunwoo maksud noona, ya.. Tapi tadi dia pingsan dan kini dia sudah di bawa kerumah? Saat aku melihat wajahnya, wajahnya sangat pucat. Kata terakhir yang ku ingat, hmm.. Oh ya, dia menyebut namamu lalu pingsan,"

  "MWO?! Kau yakin?" aku terkejut mendengar Sunwoo pingsan, secara, seorang laki-laki pingsan hanya menunggu seorang gadis. Itu sangat konyol. Tanpa sadar tanganku sudah menutup mulutku yang menganga. Dia menatapku dengan aneh dan bingung. Eh, kenapa aku seperduli itu dengannya. Kan, yang punya masalah denganku, dia.

  "Iya, kau tidak mau menjenguknya?" aku diam tak bergeming dengan tatapan kosong kearahnya.

  "Hmm aku.. Aku.. Aku tidak tahu?" balasku dengan terbata-bata sambil menggeleng.

  Mataku menatap matanya tanpa mengedip sedikitpun. Tanganku diraih oleh tangannya dan meletakan suatu benda di tanganku. Tidak ada sedikit pun niat untuk tidak menatap matanya. Setelah selesai, ia melepas genggamanya. Ketika aku melihat benda itu..

  "Ini kan,"





    *Flashback



  Kakiku berhenti tepat di depan aksesoris. Tanganku memegangi beberapa aksesoris, mencobanya dan meletakanya kembali. Aku merasa tak cocok dengan jepit-jepit yang kupakai tadi. Kuedarkan pandangan ku lebih jauh. Sesuatu yang sederhana tergantung di dinding. Kedua mataku terpaku pada bando dengan hiasan bunga, sangat cantik. Ya.. Bando yang menggantung itu. Tanganku meraih bando itu dan kukenakan di rambut panjangku yang lurus.

  "Sunwoo.." panggilku. Ia menoleh dan menatapku. "Ini bagaimana?" tanyaku dengan semangat. Berharap ia menjawab sesuai dengan keinginanku. Ia lama sekali menatapku. Apa yang aneh?

  "Ne.." cara membalas pertanyaanku sangat dingin seakan ia tak mengacuhkanku dengan apa yang kupakai. Aku menggembungkan pipi ku dan melepas bando itu lalu kuletakan kembali pada posisi awalnya. Mataku hanya menatap bando itu, bando yang sangat kusukai. Ia menghampiriku.

  Satu senggolan mendarat di lenganku, "Waeyo?" aku hanya diam tak mau mengacuhkan pertanyaannya.

  "Jangan seperti itu, jelek tahu.." godaannya membuatku cukup senang. Sesaat aku diam lalu kupaksakan bibirku untuk membentuk seulas senyuman. Ia pun membalas senyumanku lalu ia mengajakku keluar dari tempat aksesoris ini.




  Apa ini, maksudku dia memperhatikanku? Aku memandang Gongchan yang sedari tadi tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya dan berkata, "Gomawo nae namdongsaeng.." ucapku.

  "Jangan berterima kasih padaku.." balasnya pelan sambil memberikanku senyuman manisnya.

  "Sudah sana.." lanjut perkatannya membuat perasaan benciku memudar dihatiku. Aku mengangguk cepat dan pergi dari sini.

    ***

  Sedari tadi pintu rumahnya sudah kuketuk tiga kali tapi tidak ada yang menjawab. Tanpa berfikir lagi aku memutar knop pintu rumahnya. Eh tidak terkunci.. Aku masuk lebih dalam. Keadaan di dalam rumahnya sangat sepi. Apa dia di rumah atau dia ada di rumah sakit? Langkah ku berhenti di depan pintu dapur. Aku menoleh ke samping.

  Salah satu ruangan tidak tertutup rapat. Aku berjalan ke pintu itu. Saat ku buka, seketika mataku membulat.

  Ini kamar Sunwoo. Apa dia yang mendekorasi kamarnya sendiri. Sangat cantik, sesuai dengan warna kesukaanku. Banyak balon bertebaran di lantai dan sebagian mengambang. Diatas kasurnya bertebaran kelopak bunga mawar. Aku memutar badanku menatap ke setiap sudut kamar ini. Kini arahku lurus menghadap kasur. Aku memegangi salah satu balon, terlihat samar pantulan seseorang berdiri di belakangku.

  Aku berputar dan mendapati sosok yang sangatku kenal berdiri sambil tersenyum manis padaku. "Sunwoo.." panggilku.

  Hatiku semakin gembira ketika ia memberikanku seikat bunga mawar merah. Tanpa ku sadari, buliran air yang hangat keluar dari mataku. Kedua tanganku menutup mulutku yang menganga. Ia menghampiriku dan memeluk erat tubuhku. Aku menangis di pundaknya, sentuhan lembut mendarat di punggungku. Ia mengecup keningku lembut. Seakan takut melukai wajahku.

  "Mianhaeyo chagi.." ia meminta maaf padaku. Aku mengangguk dan mempererat pelukanku. Ia menyentuh kepala belakangku dengan lembut, aku suka. "Gadis yang itu han.."

  "Jangan katakan.. Kumohon, biarkan aku menikmati suasana ini.." aku memotong pembicaraanya dengan lembut. Ia mengangguk dan untuk kedua kalinya mengecup keningku. Tapi kali ini kecupanya lebih lembut.

  "Soona yeojachinguku dan Sunwoo namjachingumu selamanya.."

  "Sunwoo namjachinguku dan Soona yeojachingumu selamanya.."



## END ##

Tidak ada komentar:

Posting Komentar